Minggu, 01 Januari 2012

askep jiwa halusinasi


BAB I
PENDAHULUAN

  1. LATAR BELAKANG
Halusinasi merupakan gangguan orintasi realita, karena terganggunya fungsi otak : kognitif dan proses pikir, fungsi persepsi, fungsi emosi, fungsi motorik dan fungsi sosial.
            Gangguan terhadap fungsi kognitif dan persepsi akan mengakibatkan kemampuan menilai dan menilik terganggu, sedangkan gangguan fungsi emosi, motorik dan sosial akan mengakibatkan terganggunya kemampuan berespon yakni  perilaku non verbal ( Ekspresi,gerakan tubuh) dan perilaku verbal (penampilan hubungan sosial). Memperhatikan perilaku klien seperti ini tentu akan menjadi suatu hal yang perlu direspon oleh perawat profesional, paling tidak mengeliminir masalah-masalah yang ada sehingga keadaan seorang pasien tidak berkembang menjadi lebih berat ( perilaku agresif / perilaku kekerasan )

  1. TUJUAN PENULISAN
1.      Tujuan Umum
Memperoleh pengalaman nyata dalam melakukan Asuhan keperawatan pada klien dengan halusinasi pendengaran, diharapkan akan mampu mengidentifikasikan seluruh masalah yang terjadi sehubungan dengan halusinasi.
2.      Tujuan Khusus
a.       Mahasiswa mampu mengkaji klien dengan masalah utama halusinasi.
b.      Mahasiswa mampu merumuskan diagnosa keperawatan klien dengan masalah utama halusinasi.
c.       Mahasiswa mampu merencanakan tindakan keperawatan klien dengan masalah utama halusinasi.
d.      Mahasiswa mampu mengimplementasikan rencana tindakan keperawatan klien dengan masalah utama halusinasi.
e.       Mahasiswa mampu mengevaluasi tindakan keperawatan klien dengan masalah utama halusinasi.

  1. METODE PENULISAN
Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini yaitu :
a.       Metode kepustakaan
Metode penulisan dengan menggunakan beberapa literatur sebagai sumber.
b.      Metode wawancara
Data diperoleh dengan wawancara langsung kepada klien dan perawat ruangan.
c.       Metode observasi
Dengan mengobservasi langsung kepada klien dengan masalah utama  halusinasi pendengaran.

  1. SISTEMATIKA PENULISAN
a.       Bab I merupakan pendahuluan yang berisi tentang latar belakang, tujuan penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan.
b.       Bab II tentang landasan teori yang memuat pengertian, tentang respon, jenis-jenis halusinasi, fase-fase halusinasi, pengkajian, diagnosa, tujuan, implementasi dan evaluasi keperawatan.
c.       Bab III berisi tentang tinjauan kasus halusinasi pendengaran.
d.      Bab IV membahas kesenjangan antara teori dan kasus.
e.       Bab V berupa penutup yang memuat kesimpulan dan saran.







BAB II
LANDASAN TEORI

  1. PENGERTIAN
Halusinasi merupakan salah satu gejala yang sering ditemukan pada klien dengan gangguan jiwa, Halusinasi sering diidentikkan dengan Schizofrenia. Dari seluruh klien Schizofrenia 70% diantaranya mengalami halusinasi. Gangguan jiwa lain yang juga disertai dengan gejala halusinasi adalah gangguan manik depresif dan delerium.
Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren :Persepsi palsu. Berbeda dengan ilusi dimana klien mengalami persepsi yang salah terhadap stimulus, salah persepsi pada halusinasi terjadi tanpa adanya timulus eksternal yang terjadi. Stimulus internal dipersepsikan sebagai sesutu yang nyata ada oleh klien.
  1. RENTANG RESPON HALUSINASI
Halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif individu yang berada dalam rentang respon neurobiology. Ini merupakan respon persepsi paling maladaptif. Jika klien sehat persepsinya akurat, mampu mengidentifikasi dan menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indra ( pendengaran, penglihatan, penghidu, pengecapan, dan perabaan ), klien dengan halusinasi mempersepsikan suatu stimulus panca indra walaupun sebenarnya stimulus itu tidak ada. Diantara kedua respon tersebut adalah respon individu yang karena sesuatu hal mengalami kelainan persepsi yaitu salah mempersepsikan stimulus yang diterimanya yang disebut sebagai ilusi. Klien mengalami ilusi jika interpretasi yang dilakukannya terhadap stimulus panca indra tidak akurat sesuai stimulus yang diterima.



Rentang respon  :

 


Respon  Adaptif                                                                    Respon  Maladptif
Pikiran logis                            Distorsi pikiran                        gangguan pikir/delusi
Persepsi akurat                        ilusi                                          Halusinasi
Emosi konsisten dengan         Reaksi emosi berlebihan          Sulit berespon emosi
Pengalaman                             atau kurang                             perilaku disorganisasi
Perilaku sesuai             Perilaku aneh/tidak bias          isolasi sosial
Berhubungan sosial                 Menarik diri

  1. JENIS –JENIS HALUSINASI
JENIS HALUSINASI
KARAKTERISTIK
Pendengaran
70 %
Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara orang. Suara berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas berbicara tentang klien, bahkan sampai pada percakapan lengkap antara dua orang yang mengalami halusinasi. Pikiran yang terdengar dimana klien mendengar perkataan bahwa klien disuruh untuk melakukan sesuatu kadang dapat membahayakan.
Penglihatan 20%
Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris,gambar kartun,bayangan yang rumit atau kompleks. Bayangan bias menyenangkan atau menakutkan seperti melihat monster.
Penghidu
Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan feses umumnya bau-bauan yang tidak menyenangkan. Halusinasi penghidu sering akibat stroke, tumor, kejang, atau dimensia.
Pengecapan
Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
Perabaan
Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas. Rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
Cenesthetic
Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri, pencernaan makan atau pembentukan urine
Kinisthetic
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.

  1. FASE HALUSINASI.
Halusinasi yang dialami oleh klien biasanya berbeda intensitas dan keparahannya. Fase halusinasi terbagi empat:
1.      Fase Pertama
Pada fase ini klien mengalami kecemasan, stress, perasaan gelisah, kesepian. Klien mungkin melamun atau memfokukan pikiran pada hal yang menyenangkan untuk menghilangkan kecemasan dan stress. Cara ini menolong untuk sementara.
Klien masih mampu mengotrol kesadarnnya dan mengenal pikirannya, namun intensitas persepsi meningkat.
2.      Fase Kedua
Kecemasan meningkat dan berhubungan dengan pengalaman internal dan eksternal, klien berada pada tingkat “listening” pada halusinasi.
Pemikiran internal menjadi menonjol, gambaran suara dan sensasi halusinasi dapat berupa bisikan yang tidak jelas klien takut apabila orang lain mendengar dan klien merasa tak mampu mengontrolnya.
Klien membuat jarak antara dirinya dan halusinasi dengan memproyeksikan seolah-olah halusinasi datang dari orang lain.
3.      Fase Ketiga
Halusinasi lebih menonjol, menguasai dan mengontrol klien menjadi terbiasa dan tak berdaya pada halusinasinya. Halusinasi memberi kesenangan dan rasa aman sementara.
4.      Fase Keempat.
Klien merasa terpaku dan tak berdaya melepaskan diri dari kontrol halusinasinya. Halusinasi yang sebelumnya menyenangkan berubah menjadi mengancam, memerintah dan memarahi klien tidak dapat berhubungan dengan orang lain karena terlalu sibuk dengan halusinasinya klien berada dalam dunia yang menakutkan dalam waktu singkat, beberapa jam atau selamanya. Proses ini menjadi kronik jika tidak dilakukan intervensi.

  1. PENGKAJIAN KLIEN DENGAN HALUINASI
Halusinasi merupakan salah satu gejala yang ditampakkan oleh klien yang mengalami psikotik, khususnya schizofrenia. Pengkajian klien dengan halusinasi demikian merupakan proses identifikasi data yang melekat erat dengan pengkajian respon neurobiologi lainnya seperti yang terdapat juga pada schizofrenia.
1.      Faktor Predisposisi
Beberapa faktor predisposisi yang berkontribusi pada munculnya respon neurobiologi seperti halusinasi antara lain:
a.       Faktor Genetik
Telah diketahui bahwa genetik schizofrenia diturunkan melalui kromoson tertentu. Namun demikian kromoson yang keberapa yang menjadi factor penentu gangguan ini sampai sekarang masih dalam tahap penelitian. Diduga letak gen schizoprenia adalah kromoson nomor enam, dengan kontribusi genetik tambahan No.4,8,5 dan 22 (Buchanan dan Carpenter,2002). Anak kembar identik memiliki kemungkinan mengalami schizofrenia sebesar 50% jika salah satunya mengalami schizofrenia, sementara jika di zygote peluangnya sebesar 15 %, seorang anak yang salah satu orang tuanya mengalami schizofrenia berpeluang 15% mengalami schizofrenia, sementara bila kedua orang tuanya schizofrenia maka peluangnya menjadi 35 %.
b.      Faktor Neurobiologi.
Ditemukan bahwa korteks pre frontal dan korteks limbiks pada klien schizofrenia tidak pernah berkembang penuh. Ditemukan juga pada klien schizofrenia terjadi penurunan volume dan fungsi otak yang abnormal. Neurotransmitter dopamin berlebihan, tidak seimbang dengan kadar serotin.
c.       Studi neurotransmitter.
Schizofrenia diduga juga disebabkan oleh ketidak seimbangan neurotransmitter dimana dopamin berlebihan, tidak seimbang dengan kadar serotin.
d.      Teori virus
Paparan virus influenza pada trimester ke-3 kehamilan dapat menjadi factor predisposisi schizofrenia.
e.       Psikologis.
Beberapa kondisi pikologis yang menjadi factor predisposisi schizofrenia antara lain anak yang di pelihara oleh ibu yang suka cemas, terlalu melindungi, dingin dan tak berperasaan, sementara ayah yang mengambil jarak dengan anaknya.
2.      Faktor presipitasi
Faktor –faktor pencetus respon neurobiologis meliputi :
a.       Berlebihannya proses informasi pada system syaraf yang menerima dan memproses informasi di thalamus dan frontal otak.
b.      Mekanisme penghataran listrik di syaraf terganggu ( mekanisme gateing abnormal)
c.       Gejala-gejala pemicu kondisi kesehatan lingkungan, sikap dan perilaku seperti yang tercantum pada tabel dibawah ini ;









Kesehatan
Nutrisi Kurang
Kurang tidur
Ketidak siembangan irama sirkardian
Kelelahan infeksi
Obat-obatan system syaraf pusat
Kurangnya latihan
Hambatan unutk menjangkau pelayanan kesehatan
Lingkungan
Lingkungan yang memusuhi, kritis
Masalah di rumah tangga
 Kehilangan kebebasan hidup, pola aktivitas sehari-hari
Kesukaran dalam berhubungan dengan orang lain
Isoalsi social
Kurangnya dukungan social
Tekanan kerja ( kurang keterampilan dalam bekerja)
Stigmasasi
Kemiskinan
Kurangnya alat transportasi
Ktidak mamapuan mendapat pekerjaan
Sikap/Perilaku
Merasa tidak mampu ( harga diri rendah)
Putus asa (tidak percaya diri )
Mersa gagal ( kehilangan motivasi menggunakan keterampilan diri
Kehilangan kendali diri (demoralisasi)
Merasa punya kekuatan berlebihan dengan gejala tersebut.
Merasa malang ( tidak mampu memenuhi kebutuhan spiritual )
Bertindak tidak seperti orang lain dari segi usia maupun kebudayaan
Rendahnya kemampuan sosialisasi
Perilaku agresif
Perilaku kekerasan
Ketidak adekuatan pengobatan
Ketidak adekuatan penanganan gejala.

3.      Mekanisme Koping.
Mekanisme koping yang sering digunakan klien dengan halusinasi adalah:
Ø  Register,  menjadi malas beraktifitas sehari-hari.
Ø  Proyeksi, mencoba menjelaskan gangguan persepsi dengan mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain atau sesuatu benda.
Ø  Menarik diri, sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus internal.
Ø  Keluarga mengingkari masalah yang dialami klien
4.      Perilaku
Halusinasi benar-benar riil dirasakan oleh klien yang mengalaminya, seperti mimpi saat tidur. Klien mungkin tidak punya cara untuk menentukan persepsi tersebut nyata. Sama halnya seperti seseorang mendengarkan suara-  suara dan tidak lagi meragukan orang yang berbicara tentang suara tersebut. Ketidakmampuannya mempersepsikan stimulus secara riil dapat menyulitkan kehidupan klien. Karenanya halusinasi harus menjadi prioritas  untuk segera diatasi. Untuk memfasilitasinya klien perlu dibuat nyaman untuk menceritakan perihal haluinasinya.
Klien yang mengalami halusinasi sering kecewa karena mendapatkan respon negatif ketika mencoba menceritakan  halusinasinya kepada orang lain.Karenanya banyak klien enggan untuk menceritakan pengalaman –pengalaman aneh halusinasinya. Pengalaman halusinasi menjadi masalah untuk dibicarakan dengan orang lain. Kemampuan untuk memperbincangkan tentang halusinasi yang dialami oleh klien sangat penting untuk memastikan dan memvalidasi pengalaman halusinasi tersebut. Perawat harus memiliki ketulusan dan perhatian untuk dapat memfasilitasi percakapan tentang halusinasi.
Perilaku klien yang mengalami halusinasi sangat tergantung pada jenis halusinasinya. Apabila perawat mengidentifikasi adanya tanda –tanda dan perilaku halusinasi maka pengkajian selanjutnya harus dilakukan tidak hanya sekedar mengetahui jenis halusinasi saja. Validasi informasi tentang halusinasi yang diperlukan meliputi :
Ø  Isi Halusinasi.
Ini dapat dikaji dengan menanyakan suara siapa yang didengar, apa yang dikatakan suara itu, jika halusinasi audiotorik. Apa bentuk bayangan yang dilihat oleh klien, jika halusinasi visual, bau apa yang tercium jika halusinasi penghidu, rasa apa yang dikecap jika halusinasi pengecapan,dan apa yang dirasakan dipermukaan tubuh jika halusinasi perabaan.
Ø  Waktu dan Frekuensi.
Ini dapat dikaji dengan menanyakan kepada klien kapan pengalaman halusinasi muncul, berapa kali sehari, seminggu, atau sebulan pengalaman halusinasi itu muncul. Informasi ini sangat penting untuk mengidentifikasi pencetus halusinasi dan menentukan bilamana klien perlu perhatian saat mengalami halusinasi.
Ø  Situasi Pencetus Halusinasi.
Perawat perlu mengidentifikasi situasi yang dialami sebelum halusinasi muncul. Selain itu perawat juga bias mengobservasi apa yang dialami klien menjelang munculnya halusinasi untuk memvalidasi pernyataan klien.
Ø  Respon Klien
Untuk menentukan sejauh mana halusinasi telah mempengaruhi klien bisa dikaji dengan apa yang dilakukan oleh klien saat mengalami pengalaman halusinasi. Apakah klien masih bisa mengontrol stimulus halusinasinya atau sudah tidak berdaya terhadap halusinasinya.

  1. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Klien yang mengalmi halusinasi dapat kehilangan kontrol dirinya sehingga bias membahayakan diri sendiri, orang lain, dan lingkungan Hal ini terjadi jika halusinasi sudah sampai pada fase IV, dimana klien mengalami panik dan perilakunya di kendalikan oleh isi halusinasinya. Klien benar-benar kehilangan kemampuan penilaian realitas terhadap lingkungan. Dalam situasi ini klien dapat melakukan bunuh diri ( suicide), membunuh orang lain (homocide) dan merusak lingkungan.
Selain masalah yang diakibatkan oleh halusinasi, klien  biasanya juga mengalami masalah-masalahkeperawatan yang menjadi penyebab munculnya halusinasi.Masalah itu antara lain harga diri rendah dan isolasi social (stuart dan laria,2001). Akibat harga diri rendah dan kurangnya keterampilan berhubungan social , klien menjadi menarik diri dari lingkungan. Dampak selanjutnya lebih dominan di bandingkan stimulus eksternal. Klien selanjutnya kehilangan kemampuan membedakan stimulus internal dengan stimulus eksternal. Ini  memicu timbulnya halusinasi.
Dari masalah tersebut diatas dapat disusun pohon maslah sebagai berikut :

EFEK             Resiko mencedrai diri sendiri,
                        Orang lain, dan lingkungan

 


C.P                  Perubahan persepsi sensori :                      Defisit perawatan diri :
                        Halusinasi pendengaran                            Mandi/Kebersihan diri,berpakaian/berhias

 


ETIOLOGI    Kerusakan interaksi sosial :                       Intoleransi aktifitas
                        Menarik diri
 



                        Gangguan konsep diri :
                        Harga diri rendah


Dari pohon masalah diatas dapat dirumuskan diagnosa keperawatan sebagai berikut :
1.      Resiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan berhubungan dengan halusinasi audiotorik.
2.      Perubahan persepsi sensorik : Audiotorik berhubungan dengan menarik diri
3.      Kerusakan interaksi sosial : Menarik diri berhubungan dengan Harga diri rendah
4.      Defisit perawatan diri: mandi/kebersihan, berpakaian/berhias berhubungan dengan intoleransi aktifitas.

  1. TUJUAN ASUHAN KEPERAWATAN
Tujuan umum :
o      Klien dapat mengenal, dan mengontrol halusinasi
Tujuan itu dapat dirinci sebagai berikut :
1.            Klien dapat membina hubungan salin percaya
2.            Klien dapat mengenal halusinasinya
3.            Klien dapat mengontrol halusinasinya.
4.            Klien mendapat dukungan keluarga dalam mengontrol halusinasinya.
5.            Klien dapat memanfaatkan obat untuk mengatasi halusinasinya.

  1. TINDAKAN KEPERAWATAN
Ø  Tindakan keperawatan untuk membantu klien mengatasi masalahnya di mulai dengan membina hubungan saling percaya dengan klien.
Ø  Setelah hubungan saling percaya terbina , intervensi keperawatan selanjutnya adalah membntu klien mengenali halusinasinya.
Ø  Setelah klien mengenal halusinasinya selanjutnya klien dilatih bagaimana cara yang biasa terbukti efektif mengatasi atau mengontrol halusinasi.
Adapun cara yang efektif dalam memutuskan halusinasi adalah :
1.      Menghardik halusinasi.
2.      Berinteraksi dengan orang lain.
3.      Beraktivitas secara teratur dengan menyusun kegiatan harian.
4.      Memanfaatkan obat dengan baik.
Keluarga perlu diberi penjelasan tentang bagaimana penanganan klien yang mengalami halusinasi sesuai dengan kemampuan keluarga. Hal ini penting karena keluarga adalah sebuah system dimana klien berasal dan halusinasi sebagai salah satu gejala psikosis dapat berlangsung lama (kronis) sehingga keluarga perlu mengetahu cara perawatan klien halusinasi dirumah.
Dalam mengendalikan halusinasi diberikan psikofarmaka  oleh  tim medis sehingga perawat juga perlu memfasilitasi klien untuk dapat menggunakan obat secara tepat. Prinsip lima benar harus menjadi focus utama dalam pemberian obat.

  1. EVALUASI
Asuhan keperawatan klien dengan halusinasi berhasil jika :
1.      Klien menunjukkan kemampuan mandiri untuk mengontrol halusinasi
2.      Mampu melaksanakan program pengobatan berkelanjutan
3.      Keluarga mampu menjadi sebuah sistem pendukung yang efektif dalam membantu klien mengatasi masalahnya.

























BAB IV
PEMBAHASAN

Pada bagian ini kelompok membahas berdasarkan teori dan aplikasi / penerapan berdasarkan beberapa referensi atau acuan yang didapatkan dilapangan sebagai pelaksanaan proses keperawatan pada klien dengan masalah utama perubahan persepsi sensori : pendengaran. Kemudian membandingkan adanya kesenjangan antara teori dan praktek, dalam ruang lingkup proses keperawatan dari pengkajian sampai evaluasi.
A.    Pengkajian :
Pada tahap pengkajian sumber informasi didapatkan dari klien dan perawat ruangan. Data yang di dapatkan sesuai dengan tanda dan gejala pada landasan teori halusinasi kecuali pada gejala pemicu kondisi kesehatan ( nutrisi kurang, infeksi, kurang tidur).

B.     Diagnosa Keperawatan
Masalah keperawatan yang ditemukan, pada kasus kien halusinasi pendengaran ada empat diagnosa keperawatan yaitu : Resiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan berhubungan dengan halusinasi pendengaran; Perubahan persepsi sensorik : halusinasi dengar berhubungan dengan menarik diri; Kerusakan interaksi sosial : Menarik diri berhubungan dengan Harga diri rendah; dan Defisit perawatan diri: mandi/kebersihan, berpakaian/berhias berhubungan dengan intoleransi aktifitas.Sedangkan pada kasus klien kelolaan didapatkan lima diagnosa. Hal ini karena pada kasus ditemukan,  masalah berduka disfungsional yang menjadi penyebab Harga Diri Rendah
C.    Rencana keperawatn yang dilakukan sesuai dengan landasan teori pada asuhan perawatan halusinasi
D.    Implementasi yang telah dilakukan sesuai dengan rencana keperawatan berdasarkan diagnosa keperawatan yang ada
E.     Pada evaluasi kasus kelolaan klien mampu secara mandiri dalam mengontrol halusinasinya hal ini karena klien masih merasa sulit untuk melakukan cara baru mengatasi halusinasinya.
Hal ini dapat dilihat pada diagnosa keperawatan ::
1.      Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan halusinasi pendengaran klien mampu melakukan  sampai pada TUK 5
2.      Perubahan persepsi sensori : Halusinasi pendengaran berhubungan dengan Menarik diri, klien mampu melakukan sampai pada TUK 4
3.      Kerusakan interaksi sosial : Menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah, klien mampu melakukan sampai pada TUK 5
4.      Gangguan konsep diri : harga diri rendah berhubungan dengan berduka disfungsional, klien mampu melaksanakan sampai pada TUK 3
5.      Defisit perawatan diri : Kebersihan diri berhubungan dengan kurang motivasi, klien mampu melaksanakan samapai pada TUK 4
















BAB V
PENUTUP
            Berdasarkan pembahasan kasus diatas, maka kami dapat mengambil kesimpilan dan saran sebagai berikuti :
  1. Kesimpulan
    1. Halusinasi banyak terjadi pada klien schizofrenia dengan masalah keperawatan harg diri rendah dan atau menarik diri.
    2. Halusinasi merupakan perubahan persepsi sensori terhadap rangsangan eksternal dan atau internal.
    3. Perencanaan keperawatan dengan masalah utama halusinasi berfokus pada intervensi :
-          Membina hubungan saling percaya
-          Orientasi alam realita
-          Tingkatkan aktifitas
    1. Tidak semua gejala halusinasi yang terdapat dalam teori di jumpai  pada kasus di ruangan.
    2. Keluarga merupakan faktor pendukung utama dalam membantu klien mengatasi masalahnya baik selama dirumah sakit maupun berada dirumah. 
  1. Saran
1.      Halusinasi merupakan perubahan persepsi sensori terhadap rangsangan eksternal dan atau internal sehingga menimbulkan  resiko tinggi mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan, untuk itu perawat dan keluarga perlu mengenal tanda dan gejala halusinasi dan membawa klien ke alam realita.
2.      Komunikasi terapeutik antara perawat, klien dan keluarga harus dipertahanakan
3.      Oleh karena keluarga merupakan faktor pendukung utama dalam perawatan klien maka keluarga perlu di motivasi untuk terlibat secara aktif dalam perawatan klien halusinasi.
4.      Fiksasi bukan pilihan utama pada  klien halusinasi tapi perhatikan dan kenali respon klien yang berhubungan dengan halusinasi dan gunakan komunikasi terapeutik bagi klien yang tidak kooperatif.
5.      Perlunya meningkatkan kemampuan komunikasi klien pada perawat dan keluarga


























DAFTAR PUSTAKA

1.      Carpenito,L.J., Buku Saku Diagnosa Keperawatan, EGC, Jakarta, 1995.

2.      Keliata,B.A. dk, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, EGC Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta 1999.


3.      Stuart, G.W. dan Sundeen, S.J.,Principles and Practice of Psychiatric Nursing (5th ed) St louis :Mosby Year Book, 1995.

4.      Stuart, G.W. dan Laraia, M.T.,Principles and Practice of Psychiatric Nursing (6th ed) St louis :Mosby Year Book, 1998.


5.      Townsend, M.C., Diagnosa Keperawatan Pada Keperawatan Psikiatri: Pedoman Untuk Pembuatan Rencana Keperawatan, EGC, Jakarta, 1998.

6.      Kumpulan bahan kuliah, Ilmu Keperawatan Jiwa, tidak diterbitkan.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar